MAKALAH REVIEW JURNAL PERUBAHAN
KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH
PROVINSI
SUMATERA BARAT
DISUSUN
OLEH :
VITRAIL
GLORIA NANCY MAIRI
17101106020
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah review tentang “Perubahan Kondisi Terumbu Karang Di Taman
Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat” tepat pada
waktunya.
Makalah
review ini mengandung ulasan mengenai isi dari jurnal yaitu tentang perubahan pada kondisi terumbu karang yang
disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti aktivitas manusia dan juga
faktor alam beserta dampak yang disebabkannya. Penelitian dilakukan pada tiga
stasiun berbeda, dengan metode survey dan mengumpulkan data dalam bentuk data
primer dan data sekunder.
Saya ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini, masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga
makalah yang saya buat ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai penyebab
terjadinya perubahan kondisi terumbu karang beserta dampak yang disebabkannya
terhadap ekosistem laut, sehingga kita bisa lebih menjaga dan melestarikan alam
terutama terumbu karang.
Manado, 13 Oktober 2019
Penyusun,
BAB
I
PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan ekosistem
khas perairan tropis yang memiliki keanekaragaman yang tinggi, jumlah individu
yang melimpah, biomassa yang besar serta bentuk morfologi yang bervariasi.
Fungsi utama ekosistem terumbu karang yang penting adalah menciptakan
kesinambungan antara daratan dan lautan. Terumbu karang juga memiliki fungsi
penting baik fisik, biologi maupun kimia (DKTNL, 2006).
Ekosistem terumbu karang merupakan
ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggidi laut tropis dan
memiliki kaitan yang erat dengan manusia. Keberadaan terumbu karang saat ini
banyak mengalami degradasi diakibatkan oleh aktivitas manusia. Ekosistem
terumbu karang ini rentan mengalami perubahan oleh berbagai faktor, baik faktor
alam maupun aktivitas manusia. Terumbu karang membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat kembali pulih menjadi suatu koloni yang besar. Semua itu dipengaruhi oleh
faktor fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Sehubungan dengan itu,
terumbu karang yang terdapat di Pulau Pieh perlu diteliti kondisi terumbu karangnya.
Oleh karena itu, pada tugas ini akan
dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang.
Adapun masalah yang dibahas adalah Perubahan Kondisi Terumbu Karang di Taman
Wisata Perairan Pulau Pieh di Provinsi Sumatera Barat.
BAB II
REVIEW
TEORI
2.1 Definisi
Terumbu Karang
Terumbu karang adalah ekosistem dasar laut yang dihuni oleh karang batu
dengan karakteristik memiliki arsitektur yang dibentuk oleh ribuan hewan
kecil yang dinamakan polip. Secara sederhana, karang terdiri dari satu polip
yang memiliki bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian
atas dan dikelilingi oleh tentakel.Tapi sebagian besar spesies, satu individu
polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang dinamakan koloni
(Sorokin, 1993).
Terumbu karang adalah ekosistem
yang khas terdapat di daerah tropis, meskipun pada beberapa belahan dunia
non-tropis juga kita jumpai adanya terumbu karang. Terumbu karang
terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan
oleh organisms karang (filum Snedaria, klas Anthozoa,, ordo Madreporaria dan
Scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan
kaisium karbonat (Nybakken, 1988).
2.2 Klasifikasi Terumbu Karang
a. Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
·
Terumbu (reef)
Terumbu
merupakan endapan massif yang terbentuk dari batu kapur (limestone),
khususnya kalsium karbonat (CaCO3), yang biasanya dihasilkan oleh
hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang melakukan
sekresi kapur, misalnya alga berkapur dan moluska. Terumbu berbentuk punggungan
laut yang terdapat di laut dangkal.
·
Karang (koral)
Karang
merupakan hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang
disebut polip. Makhluk klonal misalnya yaitu tebu atau bambu yang terdiri atas
banyak ruas. Karang dikenal pula dengan istilah karang batu (stony coral),
ialah binatang laut dari ordo Scleractinia yang mampu melakukan
sekresi terhadap CaCO3. Karang ini termasuk dalam kelas Anthozoa,
Filum Coelenterata, yang hanya memiliki stadium polip.
·
Karang Terumbu
Karang terumbu
merupakan karang lunak yang tidak dapat menghasilkan kapur. Karang ini biasanya
ditemukan di daerah pesisir pantai.
·
Terumbu Karang
Terumbu karang
merupakan ekosistem yang terletak di dasar laut tropis yang dibentuk oleh biota
laut yang dapat menghasilkan kapur (CaCO3), terutama jenis-jenis
karang batu dan alga berkapur, beserta moluska, misalnya Krustasea,
Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata, dan juga biota laut
lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk plankton dan jenis-jenis
nekton.
b. Berdasarkan letaknya
·
Terumbu Karang Tepi
Terumbu karang
ini disebut juga karang penerus (fringing reefs) yang merupakan jenis
terumbu karang paling sederhana dan banyak ditemukan pada tepian pantai di
daerah tropis.
Terumbu ini
memiliki bentuk melingkar seperti bentukan ban atau bagian endapan karang mati
yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas
mengarah secara vertikal. Contoh persebarannya yaitu di Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
·
Terumbu Karang Penghalang
Terumbu karang
penghalang (barrier reefs) mirip dengan terumbu karang tepi, tapi
letaknya lebih jauh dari pinggir pantai. Letaknya sekitar 0.52 km ke arah
laut lepas yang dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Karang
penghalang biasanya tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk
gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh
persebarannya yaitu di Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde
(Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
·
Terumbu Karang Datar
Terumbu karang
datar atau gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga pulau
datar (flat island). Terumbu ini mengalami pertumbuhan dari bawah ke
atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan
pulau datar.
Umumnya pulau
ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif
dangkal. Contoh persebarannya yaitu di Kepulauan Seribu (DKI Jakarta),
Kepulauan Ujung Batu (Aceh).
2.3 Habitat Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau di daerah yang
masih mendapat sinar matahari, yakni kurang lebih 50 meter di bawah permukaan
air laut. Namun, ada pula spesies terumbu karang yang dapat hidup di dasar
lautan dengan cahaya yang sangatlah minim, bahkan tanpa cahaya sama sekali.
Namun terumbu karang hidup di dasar lautan ini tidak melalukan simbiosis dengan
zooxanhellae sekaligus tidak membentuk karang.
Sebagian besar ekosistem terumbu karang terdapat di perairan yang
terdapat di daerah tropis. Ekosistem terumbu karang ini sangatlah sensitif
dengan perubahan lingkungan hidupnya, terutama pada suhu, salinitas, dan juga
sedimentasi, serta eutrifikasi. Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik,
terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang yang optimal.
Lingkungan hidup yang optimal bagi terumbu karang adalah lingkungan yang memiliki
suhu hangat yakni sekitar di atas 20áµ’ Celcius. Selain itu terumbu karang juga
lebih menyukai berada di lingkungan perairan yang jernih dan tidak mengandung
banyak polusi. Lingkungan yang demikian ini sangat berperan pada penetrasi
cahaya oleh terumbu karang.
BAB III
REVIEW ARTIKEL
Permasalahan terumbu
karang yang dikaji ialah perubahan kondisi terumbu karang yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Terdapat dua titik focus permasalahan yang akan dibahas.
Pertama ialah kondisi ekosistem terumbu karang di Perairan Pulau Pieh. Kedua
ialah perubahan persentase tutupan terumbu karang hidup di Pulau Pieh sebagai
objek wisata bahari.
Berdasarkan hasil
pengamatan Taman wisata perairan Pulau Pieh ini terdiri dari 5 pulau yaitu:
Pulau Air, Pulau Pandan, Pulau Toran, Pulau Pieh dan Pulau Bando. Pada kawasan
ini memiliki pantai yang berpasir dan berkarang pada sekeliling pulau dan air
laut yang biru. Kawasan taman wisata perairan Pulau Pieh ini memiliki tipe
pantai yang pada tubirnya diteruskan langsung ke dasar laut yang kedalamannya
>30 meter. Kondisi pantai yang seperti ini membuat para penyelam terlihat
seperti bergantung pada sebuah tebing. Selain itu arus pada Pulau Pieh ini
termasuk arus yang deras, pada saat pasang naik ombak yang mengehempas pantai
memiliki ketinggian berkisar 1,5 meter lebih, yang paling tinggi terdapat pada
bagian sebelah barat pulau.
Berdasarkan pengukuran
kualitas perairan menggunakan thermometer untuk mengukur suhu perairan,
pH meter untuk mengukur pH air, hand refractometer untuk mengukur
salinitas, current drouge untuk mengukur kecepatan arus, dan Secchi
disk untuk mengukur kecerahan perairan yang dilakukan pada tiga stasiun
dengan kedalaman 5 meter dan 10 meter didapatkan data sebagai berikut :
Berdasarkan pengamatan pada tiga stasiun dengan kedalaman 5 meter dan 10
meter untuk menentukan kondisi terumbu karang yang menggunakan peralatan snorkeling/SCUBA, GPS (Global
Positioning System),Underwater Camera, meteran, frame ukuran 58 cm x
44 cm,dan alat tulis, kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Pieh
dikategorikan berada dalam kondisi rusak hingga baik.
Hasil pengukuran
persentase tutupan karang hidup di dasar perairan Pulau Pieh kawasan Taman
Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh dan Laut sekitarnya tahun 2016 dan 2017 dapat
dilihat pada tabel berikut.
Dilihat pada tabeldiatas, perbandingan tutupan karang sehat zona inti
tahun 2016 dan tahun 2017 di atas menunjukkan rerata tutupan karang di zona
inti mengalami penurunan. Hanya ada 1 stasiun yang mengalami kenaikan yaitu
pada stasiun 2 di zona inti kedalaman 10 meter. Penurunan tutupan karang sehat
di zona inti ini terjadi erat kaitannya dengan terjadinya pemutihan karang.
Pemutihan karang dalam kawasan terpantau pertama kali terjadi menjelang pertengahan
tahun, yaitu di bulan Mei 2016.
Pada kedalaman 1 – 5
meter ditemukan banyak koloni karang dari genus Acropora yang mengalami
bleaching. Sampai kedalaman 10 meter masih ditemukan adanya beberapa koloni
karang yang mengalami bleaching. Suhu di permukaan dan di kedalaman
berada pada kisaran angka 300C. Lokasi yang diambil yaitu di perairan sebelah
timur pulau dengan melakukan penyelaman sampai dengan kedalaman 17 meter. Di
lokasi ini juga ditemukan adanya kejadian coral bleaching. Sama dengan
di lokasi sebelumnya, karang yang mengalami bleaching adalah karang
keras bercabang dari genus Acropora. Lokasi paling parah tentu saja yang berada
pada kedalaman 1 – 5 meter. Anggota tim yang lain bahkan ada yang menjumpai
kejadian coral bleaching sampai dengan kedalaman 23 meter (LKKPN
Pekanbaru, 2016).
Dari hasil pengamatan
tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun I pada kedalaman
5 meter dan 10 meter yaitu 58,67% dan 25,33% yang dapat digolongkan dalam
kategori baik dan sedang berdasarkan Keputusan MENLH No.4 tahun 2001.
Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada kedalaman 5 meter dan 10
meter yaitu 74,47% dan 29,60% yang dapat digolongkan baik dan sedang. Jika
dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang tahun 2016 hingga 2017
terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan karang pada kedalaman 5
meter dan 10 meter sekitar 15,80% dan 4,27%.
Dari hasil pengamatan
tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun II pada kedalaman
5 meter dan 10 meter yaitu 32,60% dan 22,80% yang dapat digolongkan dalam
kategori sedang dan buruk. Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada
kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 52,60% dan 17,27% yang dapat digolongkan
baik dan buruk. Jika dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang
tahun 2016 hingga 2017 terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan
karang pada kedalaman 5 meter sekitar 20,00% sedangkan pada kedalaman 10 meter
terjadi peningkatan sekitar 5,53%.
Dari hasil pengamatan
tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun III pada
kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 43,80% dan 44,40% yang dapat digolongkan
dalam kategori sedang. Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada
kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 47,33% dan 46,20% yang dapat digolongkan
sedang. Jika dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang tahun 2016
hingga 2017 terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan karang sekitar
3,53% dan 1,80%.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Critical
Review
Secara garis besar jurnal ini
menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada terumbu karang yang
disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor alam maupun aktivitas
manusia. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun berbeda untuk melihat begaimana
perubahan dan perkembangan yang terjadi pada terumbu karang. Selain itu, juga
dibahas dampak negative tigginya ketergantungan masyarakat terhadap ekosistem
karang yang menyebabkan perubahan pada kondisi terumbu karang hal ini juga
mempengaruhi ekowisata bahari yang dilakukan di tempat tersebut. Perubahan
terhadap kondisi terumbu karang dikaji melalui data primer dan data sekunder.
Dalam
jurnal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang bertujuan
untuk mendapatkan hasil riset dalam bentuk opini atau pendapat dari orang lain
yang berinteraksi langsung dengan objek yang diamati. Daerah yang menjadi
kawasan studi ialah Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh
Provinsi Sumatera Barat. Data primer didapat dari hasil pengamatan
langsung dilapangan. Data sekunder didapat dari studi literatur berupa buku,
jurnal, makalah, artikel dan dari pihak terkait. Pengambilan data kondisi
terumbu karang dilakukan pada tiga stasiun, setiap stasiun terdiri dari dua
kedalaman yaitu kedalaman 5 meter dan kedalaman 10 meter dengan menggunakan
metode Underwater Photograph Transect (UPT).
Pada bab hasil dan pembahasan jurnal ini, data-data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk persentase yang dibuat dalam bentuk table dan
telah diinterpretasikan oleh penulis. Beberapa data yang telah disajikan
menunjukkan perbandingan kondisi wilayah, kualitas perairan, dan kondisi
terumbu karang di tiga stasiun yang berbeda dengan kedalam 5 meter dan 10
meter. Hal ini dapat memudahkan kita dalam penarikan kesimpulan seperti data
persentase kondisi terumbu karang pada kedalam 10 meter, data tersebut
menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang terendah berada pada stasiun II
kedalaman 10 meter yang berada pada zona inti dengan tutupan karang hidup
22,80% yang tergolong kedalam kondisi buruk dan kondisi tutupan terumbu karang
tertinggi berada pada stasiun I kedalaman 5 meter yang berada pada zona
pemanfaatan dengan kondisi tutupan karang hidup 58,67% yang termasuk kedalam
kategori baik.
4.2 Lesson Learned
Pada
Jurnal ini Taman Wisata Perairan (TWP)
Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat memiliki fungsi ekologis dan manfaat
ekonomis, seperti difungsikan sebagai ekowisata bahari dan juga sebagai
penyedia berbagai jenis sumber bahan pangan maupun untuk keperluan bahan-bahan
bangunan masyarakat. Namun, terjadi perubahan pada kondisi terumbu karang akan
mempengaruhi ekosistem laut secara keseluruhan dan juga mempengaruhi
kesinambungan antara daratan dan lautan.
Perubahan
kondisi terumbu karang pada dasarnya disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia
yang tidak ramah lingkungan dan perubahan iklim global. Penyebab utama rusaknya
terumbu karang tersebut adalah karena tingginya ketergantungan masyarakat
terhadap ekosistem terumbu karang, baik sebagai penyedia berbagai jenis sumber
bahan pangan maupun untuk keperluan bahan-bahan bangunan. Pengambilan
sumberdaya alam ini dilakukan secara berlebihan bahkan banyak dengan cara-cara
yang merusak kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Hari. 2018. Jurnal Perubahan Kondisi Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat. Pekanbaru : Universitas Riau.
Direktorat
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut. 2015. Pedoman Rehabilitasi Terumbu
Karang (Sclerectinia).