Search

Rabu, 27 November 2019

Quantum Bit


Quantum Bit
(QuBit)


            A quantum computer is any device for computation that makes direct use of distinctively quantum mechanical phenomena, such as superposition and entanglement, to perform operations on data.
            A qubit is a quantum bit, the counterpart in quantum computing to the binary digit or bit of classical computing. Just as a bit is the basic unit of information in a classical computer, a qubit is the basic unit of information in a quantum computer.
            Qubits are the core component in quantum computing. With superposition, we can encode an exponential amount of information that can scale a solution better than classical computing.

For further explanation about qubits, you can check it on the youtube link of our group members below:

1.      Vitrail Gloria N. Mairi (17101106020)


2.      AriantiUmafagur (17101106041)


3.      Efraim J. Mukuan (17101106067)


4.      ChevinDanta (17101106069)




Minggu, 27 Oktober 2019

MAKALAH REVIEW JURNAL PERUBAHAN KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH PROVINSI SUMATERA BARAT


MAKALAH REVIEW JURNAL  PERUBAHAN KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH 
PROVINSI SUMATERA BARAT




DISUSUN OLEH :
VITRAIL GLORIA NANCY MAIRI
17101106020



PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019









KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah review tentang “Perubahan Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat” tepat pada waktunya.
            Makalah review ini mengandung ulasan mengenai isi dari jurnal yaitu tentang perubahan pada kondisi terumbu karang yang disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti aktivitas manusia dan juga faktor alam beserta dampak yang disebabkannya. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun berbeda, dengan metode survey dan mengumpulkan data dalam bentuk data primer dan data sekunder.
            Saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.
            Semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai penyebab terjadinya perubahan kondisi terumbu karang beserta dampak yang disebabkannya terhadap ekosistem laut, sehingga kita bisa lebih menjaga dan melestarikan alam terutama terumbu karang.

Manado, 13 Oktober 2019

            Penyusun,       


BAB I
PENDAHULUAN

            Terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan tropis yang memiliki keanekaragaman yang tinggi, jumlah individu yang melimpah, biomassa yang besar serta bentuk morfologi yang bervariasi. Fungsi utama ekosistem terumbu karang yang penting adalah menciptakan kesinambungan antara daratan dan lautan. Terumbu karang juga memiliki fungsi penting baik fisik, biologi maupun kimia (DKTNL, 2006).
            Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggidi laut tropis dan memiliki kaitan yang erat dengan manusia. Keberadaan terumbu karang saat ini banyak mengalami degradasi diakibatkan oleh aktivitas manusia. Ekosistem terumbu karang ini rentan mengalami perubahan oleh berbagai faktor, baik faktor alam maupun aktivitas manusia. Terumbu karang membutuhkan waktu yang lama untuk dapat kembali pulih menjadi suatu koloni yang besar. Semua itu dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi perairan tersebut. Sehubungan dengan itu, terumbu karang yang terdapat di Pulau Pieh perlu diteliti kondisi terumbu karangnya.
            Oleh karena itu, pada tugas ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang. Adapun masalah yang dibahas adalah Perubahan Kondisi Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan Pulau Pieh di Provinsi Sumatera Barat.






BAB II
REVIEW TEORI


2.1     Definisi Terumbu Karang
Terumbu karang adalah ekosistem dasar laut yang dihuni oleh karang batu dengan karakteristik memiliki  arsitektur yang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang dinamakan polip. Secara sederhana, karang terdiri dari satu polip yang memiliki bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel.Tapi sebagian besar spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang dinamakan koloni (Sorokin, 1993).
Terumbu karang adalah ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis, meskipun pada beberapa belahan dunia non-tropis juga kita jumpai adanya terumbu karang.  Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisms karang (filum Snedaria, klas Anthozoa,, ordo Madreporaria dan Scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kaisium karbonat (Nybakken, 1988).
2.2     Klasifikasi Terumbu Karang
a.  Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
·      Terumbu (reef)
Terumbu merupakan endapan massif yang terbentuk dari batu kapur (limestone), khususnya kalsium karbonat (CaCO3), yang biasanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang melakukan sekresi kapur, misalnya alga berkapur dan moluska. Terumbu berbentuk punggungan laut yang terdapat di laut dangkal.
·      Karang (koral)
Karang merupakan hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Makhluk klonal misalnya yaitu tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas. Karang dikenal pula dengan istilah karang batu (stony coral), ialah binatang laut dari ordo Scleractinia yang mampu melakukan sekresi terhadap CaCO3. Karang ini termasuk dalam kelas Anthozoa, Filum Coelenterata, yang hanya memiliki stadium polip.
·      Karang Terumbu
Karang terumbu merupakan karang lunak yang tidak dapat menghasilkan kapur. Karang ini biasanya ditemukan di daerah pesisir pantai.
·      Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang terletak di dasar laut tropis yang dibentuk oleh biota laut yang dapat menghasilkan kapur (CaCO3), terutama jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, beserta moluska, misalnya Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata, dan juga biota laut lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk plankton dan jenis-jenis nekton.
b.  Berdasarkan letaknya
·      Terumbu Karang Tepi
Terumbu karang ini disebut juga karang penerus (fringing reefs) yang merupakan jenis terumbu karang paling sederhana dan banyak ditemukan pada tepian pantai di daerah tropis.
Terumbu ini memiliki bentuk melingkar seperti bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh persebarannya yaitu di Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
·      Terumbu Karang Penghalang
Terumbu karang penghalang (barrier reefs) mirip dengan terumbu karang tepi, tapi letaknya lebih jauh dari pinggir pantai. Letaknya sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas yang dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Karang penghalang biasanya tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh persebarannya yaitu di Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
·      Terumbu Karang Datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga pulau datar (flat island). Terumbu ini mengalami pertumbuhan dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh persebarannya yaitu di Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh).

2.3     Habitat Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau di daerah yang masih mendapat sinar matahari, yakni kurang lebih 50 meter di bawah permukaan air laut. Namun, ada pula spesies terumbu karang yang dapat hidup di dasar lautan dengan cahaya yang sangatlah minim, bahkan tanpa cahaya sama sekali. Namun terumbu karang hidup di dasar lautan ini tidak melalukan simbiosis dengan zooxanhellae sekaligus tidak membentuk karang.
Sebagian besar ekosistem terumbu karang terdapat di perairan yang terdapat di daerah tropis. Ekosistem terumbu karang ini sangatlah sensitif dengan perubahan lingkungan hidupnya, terutama pada suhu, salinitas, dan juga sedimentasi, serta eutrifikasi. Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang yang optimal. Lingkungan hidup yang optimal bagi terumbu karang adalah lingkungan yang memiliki suhu hangat yakni sekitar di atas 20áµ’ Celcius. Selain itu terumbu karang juga lebih menyukai berada di lingkungan perairan yang jernih dan tidak mengandung banyak polusi. Lingkungan yang demikian ini sangat berperan pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.






BAB III
REVIEW ARTIKEL


            Permasalahan terumbu karang yang dikaji ialah perubahan kondisi terumbu karang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat dua titik focus permasalahan yang akan dibahas. Pertama ialah kondisi ekosistem terumbu karang di Perairan Pulau Pieh. Kedua ialah perubahan persentase tutupan terumbu karang hidup di Pulau Pieh sebagai objek wisata bahari.
            Berdasarkan hasil pengamatan Taman wisata perairan Pulau Pieh ini terdiri dari 5 pulau yaitu: Pulau Air, Pulau Pandan, Pulau Toran, Pulau Pieh dan Pulau Bando. Pada kawasan ini memiliki pantai yang berpasir dan berkarang pada sekeliling pulau dan air laut yang biru. Kawasan taman wisata perairan Pulau Pieh ini memiliki tipe pantai yang pada tubirnya diteruskan langsung ke dasar laut yang kedalamannya >30 meter. Kondisi pantai yang seperti ini membuat para penyelam terlihat seperti bergantung pada sebuah tebing. Selain itu arus pada Pulau Pieh ini termasuk arus yang deras, pada saat pasang naik ombak yang mengehempas pantai memiliki ketinggian berkisar 1,5 meter lebih, yang paling tinggi terdapat pada bagian sebelah barat pulau.
            Berdasarkan pengukuran kualitas perairan menggunakan thermometer untuk mengukur suhu perairan, pH meter untuk mengukur pH air, hand refractometer untuk mengukur salinitas, current drouge untuk mengukur kecepatan arus, dan Secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan yang dilakukan pada tiga stasiun dengan kedalaman 5 meter dan 10 meter didapatkan data sebagai berikut :


Berdasarkan pengamatan pada tiga stasiun dengan kedalaman 5 meter dan 10 meter untuk menentukan kondisi terumbu karang yang menggunakan  peralatan snorkeling/SCUBA, GPS (Global Positioning System),Underwater Camera, meteran, frame ukuran 58 cm x 44 cm,dan alat tulis, kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Pieh dikategorikan berada dalam kondisi rusak hingga baik.
            Hasil pengukuran persentase tutupan karang hidup di dasar perairan Pulau Pieh kawasan Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh dan Laut sekitarnya tahun 2016 dan 2017 dapat dilihat pada tabel berikut.


Dilihat pada tabeldiatas, perbandingan tutupan karang sehat zona inti tahun 2016 dan tahun 2017 di atas menunjukkan rerata tutupan karang di zona inti mengalami penurunan. Hanya ada 1 stasiun yang mengalami kenaikan yaitu pada stasiun 2 di zona inti kedalaman 10 meter. Penurunan tutupan karang sehat di zona inti ini terjadi erat kaitannya dengan terjadinya pemutihan karang. Pemutihan karang dalam kawasan terpantau pertama kali terjadi menjelang pertengahan tahun, yaitu di bulan Mei 2016.
            Pada kedalaman 1 – 5 meter ditemukan banyak koloni karang dari genus Acropora yang mengalami bleaching. Sampai kedalaman 10 meter masih ditemukan adanya beberapa koloni karang yang mengalami bleaching. Suhu di permukaan dan di kedalaman berada pada kisaran angka 300C. Lokasi yang diambil yaitu di perairan sebelah timur pulau dengan melakukan penyelaman sampai dengan kedalaman 17 meter. Di lokasi ini juga ditemukan adanya kejadian coral bleaching. Sama dengan di lokasi sebelumnya, karang yang mengalami bleaching adalah karang keras bercabang dari genus Acropora. Lokasi paling parah tentu saja yang berada pada kedalaman 1 – 5 meter. Anggota tim yang lain bahkan ada yang menjumpai kejadian coral bleaching sampai dengan kedalaman 23 meter (LKKPN Pekanbaru, 2016).
            Dari hasil pengamatan tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun I pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 58,67% dan 25,33% yang dapat digolongkan dalam kategori baik dan sedang berdasarkan Keputusan MENLH No.4 tahun 2001. Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 74,47% dan 29,60% yang dapat digolongkan baik dan sedang. Jika dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang tahun 2016 hingga 2017 terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan karang pada kedalaman 5 meter dan 10 meter sekitar 15,80% dan 4,27%.
            Dari hasil pengamatan tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun II pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 32,60% dan 22,80% yang dapat digolongkan dalam kategori sedang dan buruk. Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 52,60% dan 17,27% yang dapat digolongkan baik dan buruk. Jika dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang tahun 2016 hingga 2017 terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan karang pada kedalaman 5 meter sekitar 20,00% sedangkan pada kedalaman 10 meter terjadi peningkatan sekitar 5,53%.
            Dari hasil pengamatan tahun 2017 didapatkan kondisi tutupan karang hidup di stasiun III pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 43,80% dan 44,40% yang dapat digolongkan dalam kategori sedang. Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2016 pada kedalaman 5 meter dan 10 meter yaitu 47,33% dan 46,20% yang dapat digolongkan sedang. Jika dilihat perbandingan persentase tutupan terumbu karang tahun 2016 hingga 2017 terlihat telah terjadi penurunan persentase tutupan karang sekitar 3,53% dan 1,80%.


 BAB IV
PEMBAHASAN

4.1     Critical Review
Secara garis besar jurnal ini menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada terumbu karang yang disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor alam maupun aktivitas manusia. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun berbeda untuk melihat begaimana perubahan dan perkembangan yang terjadi pada terumbu karang. Selain itu, juga dibahas dampak negative tigginya ketergantungan masyarakat terhadap ekosistem karang yang menyebabkan perubahan pada kondisi terumbu karang hal ini juga mempengaruhi ekowisata bahari yang dilakukan di tempat tersebut. Perubahan terhadap kondisi terumbu karang dikaji melalui data primer dan data sekunder.
Dalam jurnal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang bertujuan untuk mendapatkan hasil riset dalam bentuk opini atau pendapat dari orang lain yang berinteraksi langsung dengan objek yang diamati. Daerah yang menjadi kawasan studi ialah  Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat. Data primer didapat dari hasil pengamatan langsung dilapangan. Data sekunder didapat dari studi literatur berupa buku, jurnal, makalah, artikel dan dari pihak terkait. Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan pada tiga stasiun, setiap stasiun terdiri dari dua kedalaman yaitu kedalaman 5 meter dan kedalaman 10 meter dengan menggunakan metode Underwater Photograph Transect (UPT).
Pada bab hasil dan pembahasan jurnal ini, data-data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase yang dibuat dalam bentuk table dan telah diinterpretasikan oleh penulis. Beberapa data yang telah disajikan menunjukkan perbandingan kondisi wilayah, kualitas perairan, dan kondisi terumbu karang di tiga stasiun yang berbeda dengan kedalam 5 meter dan 10 meter. Hal ini dapat memudahkan kita dalam penarikan kesimpulan seperti data persentase kondisi terumbu karang pada kedalam 10 meter, data tersebut menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang terendah berada pada stasiun II kedalaman 10 meter yang berada pada zona inti dengan tutupan karang hidup 22,80% yang tergolong kedalam kondisi buruk dan kondisi tutupan terumbu karang tertinggi berada pada stasiun I kedalaman 5 meter yang berada pada zona pemanfaatan dengan kondisi tutupan karang hidup 58,67% yang termasuk kedalam kategori baik.

4.2     Lesson Learned
Pada Jurnal ini Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat memiliki fungsi ekologis dan manfaat ekonomis, seperti difungsikan sebagai ekowisata bahari dan juga sebagai penyedia berbagai jenis sumber bahan pangan maupun untuk keperluan bahan-bahan bangunan masyarakat. Namun, terjadi perubahan pada kondisi terumbu karang akan mempengaruhi ekosistem laut secara keseluruhan dan juga mempengaruhi kesinambungan antara daratan dan lautan.
Perubahan kondisi terumbu karang pada dasarnya disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan dan perubahan iklim global. Penyebab utama rusaknya terumbu karang tersebut adalah karena tingginya ketergantungan masyarakat terhadap ekosistem terumbu karang, baik sebagai penyedia berbagai jenis sumber bahan pangan maupun untuk keperluan bahan-bahan bangunan. Pengambilan sumberdaya alam ini dilakukan secara berlebihan bahkan banyak dengan cara-cara yang merusak kelestarian lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, Hari. 2018. Jurnal Perubahan Kondisi Terumbu Karang di Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Provinsi Sumatera Barat. Pekanbaru : Universitas Riau.
Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut. 2015. Pedoman Rehabilitasi Terumbu Karang (Sclerectinia).
Risnandar, Cecep (2019, 5 Maret). Terumbu Karang. Dikutip 13 Agustus 2019 dari Jurnal Bumi : https://jurnalbumi.com/knol/terumbu-karang/
Fatma, Desy (2016, 6 Juni). Terumbu Karang : Habitat, Jenis, dan Manfaatnya. Dikutip 13 Agustus 2019 dari Ilmu Geografi: https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/laut/terumbu-karang